Senin, 18 Juli 2016

Makalah Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LatarBelakang
Sesungguhnya ijtihad adalah suatu cara untuk mengetahui hukum sesuatu melalui dalil-dalil agama yaitu Al-Qur’an dan Al-hadits dengan jalan istimbat.Adapun mujtahid itu ialah ahli fiqih yang menghabiskan atau mengerahkan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap sesuatu hukum agama.Oleh Karena itu kita harus berterimakasih kepada para mujtahid yang telah mengorbankan waktu,tenaga, dan pikiran untuk menggali hukum tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam baik yang sudah lama terjadi di zaman Rasullullah maupun yang baru terjadi.

B.     RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa itu Ijtihad?
2.      Apa peran dan fungsi Ijtihad dalam kehidupan sehari-hari?
3.      Sebutkan macam-macam Ijtihad?
4.      Sebutkan contoh-contoh produk Ijtihad?

C.    TujuanPembelajaran
1.      Agar mengetahui apa itu IJtihad
2.      Agar mengetahui peran dan fungsi Ijtihad dalam kehidupan sehari-hari
3.      Agar mengetahui macam-macam Ijtihad
4.      Agar mengetahui contoh produk Ijtihad
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal daripada perkataan ijtahadaاِجْتَهَدyang bermaksud bersungguh-sungguh, rajin dan giat. Ijtihad dari segi bahasa membawa maksud usaha yang bersungguh-sungguh seseorang individu dalam melakukan sesuatu perkara.Allah SWT. telah berfirman di dalam al-Quran yang membawa maksud :
…“ Dan ( mencela ) orang yang tidak memperoleh ( sesuatu untuk disedekahkan ) selain kesanggupan” ( surah At-Taubah : 79 )
Ayat di atas membawa maksud, jika kita melakukan sesuatu perkara, kita hendaklah melakukannya dengan ikhlas dan niat kerana Allah SWT. Baginda Rasululah S.A.W pernah bersabda yang membawa maksud:
“ Bacalah selawat ke atasku dan bersungguhlah dalam berdoa.”
Sesungguhnya seseorang yang merendah diri dan bersungguh-sungguh dalam berdoa dengan berterusan akan dimakbulkan oleh-Nya. Menurut Imam Al-Ghazali sebagaimana yang diterjemahkan oleh Nasrudin Rusli, ijtihad hanya berlaku pada perkara yang sukar dilakukan.Contohnya :
اِجْتَهَدَ فىِ حَمْلِ حَجَرِ الرَّحَا
Maksudnya : “ Ia mengerahkan kemampuannya untuk mengangkat batu penggilingan ”
Ijtihad tidak berlaku atas sesuatu pekerjaan yang ringan dan mudah.Contohnya :
اِجْتَهَدَ فىِ حَمْلِ خَرْدَلَةٍ
Maksudnya : “ Ia mengerahkan tenaga untuk mengangkat sebutir biji sawi”.
            Ijtihad dari segi istilah pula membawa maksud usaha ynag bersungguh-sungguh para mujtahid dalam menuntut ilmu yang melibatkan hukum-hukum syarak secara istinbat hukum.Mujtahid di sini membawa maksud seseorang yang mempunyai kebolehan berijtihad iaitu mampu mengistinbatkan hukum-hukum syarak yang amali berdasarkan dalil-dalil yang jelas. Mujtahid juga dikenali sebagai faqih( usuliyyin ).
            Menurut Abu Zahrah, ijtihad dari segi istilah juga membawa maksud kemampuan seorang ahli fiqh( mujtahid ) dalam keupayaan beliau menemukan hukum-hukum yang berkaitan dengan amalan-amalan daripada dalil-dalil yang jelas.[1]Ada juga sesetengah pendapat para ulamak menyatakan bahawa ijtihad adalah qiyas namun begitu terdapat perselisihan pendapat antara mereka. Secara kesimpulannya, berdasarkan daripada beberapa pandangan, ijtihad membawa maksud usaha yang bersungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang ahli fiqh ( mujtahid ) dengan tujuan ijtihad iaitu dengan menemukan hukum-hukum syarak atau yang berhubungan dengan perbuatan daripada sumber-sumber yang sahih. Ijtihad itu lebih luas berbanding qiyas kerana qiyas merupakan salah satu cara dalam berijtihad.
Para ulama mengajukan redaksi yang bervariasi dalam mengartikan kata “ijtihad” secara bahasa. Az-Zubaidi berpendapat bahwa kata “juhda dan jahda” mempunyai arti kekuatan dan kesanggupan, ibnu atsir, “jahda” berarti yang sulit, berlebih-lebihan, atau bahkan tujuan , sedangkan Said At-Taftazani memberikan arti ijtihad dengan “Tahmilul juhdi” (ke arah yang membutuhkan kesungguhan). Dari semua arti itu , dapat disimpulkan bahwa ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju sampai pada batas puncaknya.
Secara bahasa, arti ijtihad  dalam arti jahada terdapat didalam Al-Qur’an surat an-Nahl [ 16] : 42. Semua kata itu berarti pengarahan segala kemampuan dan kekuatan(badzl al-wus’l wa ath-thaqah), atau juga bearti berlebih dalam bersumpah (al-mubalaghhat fi al-yamin).
Dalam As Sunnah, kata “ ijtihad “ terd apat dalam  Nabi yang artinya” pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdo’a( fajtahidu fi du’a), dan hadis lain yang artinya Rasul Allah SAW. Bersungguh-sungguh (yajtahidu) pada 10 hari terakhir(bulan Ramadhan)”
Para ulama berbeda pendapat mengenai pengertian ijtihat secara istilah (terminology). Perbedaan itu terjadi karena mereka mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan  itu meliputi hubungan ijtihad dengan fiqh, ijtihad  dengan Al-Qur’an, ijtihad dengan As-Sunnah dan ijtihad dengan Dalalah nash
Bagi mayoritas ulama ushul fiqh, ijtihad adalah pengarahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hokum  syara’.dalam definisi ini terdapat oerkataan”untuk memperoleh pengertian tingkat zhan mengenai hukum syara’ amali dapat digunakan hukum islam yang berhubungan  dengan tingkah laku dan perbuatan amal manusia, yang lazim disebut dengan hukum  taklify,Dengan demikian,ijtihad tidak untuk mengeluarkan hukum syara’ ‘amaly dan statusnya qathi’i.
Harun Nasution seperti halnya Adz-Dzarwi, Fakhruddin, Ar-Razy, Ibnu Taimiyah, dan Muhammad Ar-Ruwaih, tidak membatasi ijtihad pada bidang fiqih saja, namun ijtihad di sini merupakan pengerahan seluruh kemampuan untuk memikirkan apa saja yang tidak mendatangkan celaan.
Dari definisi ijtihad di atas, terlihat beberapa persamaan dan perbedaan. Adapun perbedaannya adalah pertama, penggunaan bahasa, misalnya ada yang menggunakan istilah istafragha (menghabiskan keseluruhan kesanggupan) dan adapula yang menggunakan istilah badzl (pengerahan seluruh kesanggupan). Kedua, subjek ijtihad; sebagian ada yang menisbatkannya kepada mujtahid yang konotasinya bahwa upaya ijtihad tidak harus dalam satu bidang, tetapi menyangkut juga bidang-bidaang lain. Adapula yang menggunakan faqih (seorang ahli fiqih) sehingga hukum yang di ijtihadi khusus hukum fiqih. Ketiga, sumber yang di ijtihadi, Ibnu Hazm menggunakan istilah nash (sesampainya sesuatu pada batasnya), tentunya nash ini merupakan perwujudan dari kebenaran hakiki, sehingga tidak memerlukan penakwilan dan penafsiran serta tidak ada tempat bagi ijtihad. Ulama lain tidak hanya menggunakan dalil nash (Al-Qur’an dan As-Sunah shahihah) tetapi juga menggunakan dalil-dalil lain, karena sumber ijtihad tidak hanya al-Qur’an dan as-Sunah.
Adapun persamaan nya adalah :pertama ,hukum yang dihasilkan  bersifat zanni.kedua, objek ijtihad hanya berkisar hukum taklify,yakni hukum yang berkenaan dengan amal ibadah manusia.ketiga, masing-masing ulama menggunakan  istilah kesungguhan sehingga upaya ijtihad tidak main-main,oleh karena itu,dibutuhkan  upaya dan syarat-syarat tertentu bagi mujtahid

B.     Fungsi dan Peran Ijtihad dalam Kehidupan Sehari-hari
            Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari. Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Fungsi ijtihad adalah untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun hadits. Jadi, jika dilihat dari fungsi ijtihad tersebut, maka ijtihad mendapatkan kedudukan dan legalitas dalam Islam. Meskipun demikian, ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat yang boleh berijtihad. Orang yang berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut:
·         Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,
·         Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh (sejarah),
·         Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,
·         Memiliki akhlaqul qarimah.


C.    Macam-Macam Ijtihad
1.      Qiyas
            Qiyas adalah menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama.
            Menurut bahasa adalah mengukur sesuatu dengan lainnya dan mempersamakannya. Menurut istilah adalah menetapkan sesuatu perbuatan yang belum ada ketentuan hukumnya, berdasarkan sesuatu hukum yang sudah ditentukan oleh nash, disebabkan oleh adanya persamaan diantara keduanya.
Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
    Beberapa definisi qiyâs (analogi):
·         Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
·          Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
·         Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
·         Menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum di terangkan oleh al-qur'an dan hadist

            Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
            Contoh lain yaitu bila masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di dalam kitab suci maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum yang ada di dalam sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak mudah pula mencari kemiripan satu masalah yang terjadi jaman sekarang dengan yang terjadi pada masa lalu. Di sinilah sebenarnya kenapa seorang mujtahid atau yang melakukan ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan tentang agama dan masalah-masalah lain yang terkait dengannya.
                                                                                         
2.      Ijma
            Menurut bahasa adalah sepakat, setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad umat setelah wafatnya nabi Saw.  Biasanya dilakukan dengan cara berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul  suatu kesepakatan. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
            Contoh: Mengangkat Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah pertama, Fatwa Majelis Ulama Indonesia, pada 7 maret 1981 mengharamkan mengikuti natal bersama bagi umat islam.

3.      Istihsan
            Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut. Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan pertentangan dari yang tidak sepaham.
            Contohnya menurut Qiyas, Haid=junub sama dengan haram membaca Al-Qur’an. Sedangkan menurut istihsan, untuk kepentingan wanita, karena haid waktunya lama maka boleh baca al-Qur’an.

4.      Maslahatul Mursalah
            Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan umat adalah maslahatul murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara memutuskan permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut kepentingan umat. Hal yang paling penting adalah menghindari hal negatif dan berbuat baik penuh manfaat.
            Contoh:menulis al-Qur’an dan membukukannya, Tanah di Irak ketika islam masuk tetap milik penduduk tetapi harus bayar pajak, adanya surat nikah, peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, 1 Muharam, membangun rumah tahanan.

5.      Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.


6.      Urf
            Adalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
            Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

7.      Istishab
            Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu hari nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam koridor agama Islam yang benar.
            Contohnya apabila ada pertanyaan bolehkah seorang perempuan menikah lagi apabila yang bersangkutan ditinggal suaminya bekerja di perantauan dan tidak jelas kabarnya? maka dalam hal ini yang berlaku adalah keadaan semula bahwa perempuan tersebut statusnya adalah istri orang sehingga tidak boleh menikah(lagi) kecuali sudah jelas kematian suaminya atau jelas perceraian keduanya.
            Contoh lainnya yaituseseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.




D.    Contoh-Contoh Produk Ijtihad
Istilah produk mengandung arti barang atau jasa yang dibuat dan ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu. Produk bisa pula berarti benda atau yang bersifat kebendaan. Selanjutnya produk juga mengandung arti, hasil kerja. Arti yang terakhir ini sangat relevan bila dikaitkan dengan istilah produk hukum Islam,yakni hasil kerja para ulama, atau hasil pemikiran ahli fikih / pakar hukum Islam tentang hukum Islam itu sendiri.
Berikut ini salah satu contoh yang sering dilakukan pada zaman sekarang ialah penentuan tarikh 1 Syawal .Para ulama berkumpul untuk berbincang dan mengeluarkan pendapat masing-masing untuk menentukan tarikh 1 Syawal dan 1 Ramadhan. Setiap para ulama memiliki dasar hukum dan cara dalm perhitungannya. Apabila satu kesepakatan telah berlaku, maka mereka akan menetapkan tarikh bagi 1 Syawal.
Selain itu, contoh tentang anak tabung uji. Konsep anak tabung uji ini tidak ada pada zaman Rasulullah S.A.W..Pada zaman teknologi sekarang, anak tabung uji ini telah dijadikan salah satu penyelesaian kepada masalah sukar untuk mendapat zuriat. Jadi dengan cara ni, mereka berharap dapat menemukan jalan penyelesaian dalam mendapatkan keturunan.
Para ulama telah merujuk kepada hadis-hadis agar dapat menemukan hukum yang telah dihasilkan oleh teknologi ini. Menurut MUI, anak tabung uji yang dihasilkan dengan sperma dan ovum suami isteri adalah sah dan hukumnya harus. Hal ini merupakan ikhtiar yang berdasarkan agama. Allah sendiri mengajarkan kepada manusia untuk selalu berusaha dan berdoa. Para ulama melarang penggunaan teknologi anak tabung uji daripada suami isteri yang menitipkan ke rahim perempuan lain. Jika ada yang demikian maka, hukumnya haram.Hal ini keranaakan menimbulkan masalah yang rumit dikemudian hari terutama soal warisan. Dalam Islam anak yang berhak mendapat warisan adalah anak kandung, Jika hal ini berlaku, bagaimana status hubungan anak dari hasil titipan tersebut?Dikandung tapi bukan milik sendiri, jadi hanya sekedar pinjam tempatnya saja, tentu hal ini menjadi rumit.
BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
            Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada  yang berarti mengerahkan segala kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran. Sedangkan, menurut istilah, pengertian ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.
            Ijtihad memiliki fungsi untuk mendapatkan solusi hukum jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak dijumpai dalam Al-Quran maupun Hadits.
            Ijtihad terbagi menjadi beberapa macam, yaitu: qiyas, ijma, istihsan, maslahatul mursalah, sududz dzariah, urf, istishab.
            Salah satu contoh yang sering dilakukan pada zaman sekarang ialah penentuan tarikh 1 Syawal .Para ulama berkumpul untuk berbincang dan mengeluarkan pendapat masing-masing untuk menentukan tarikh 1 Syawal dan 1 Ramadhan.
B. Saran
            Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat menjadikan ijtihad sebagai sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an dan Al-Hadits dalam memecahkan berbagai problematika masa kini.




DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad Daud Ali.1998.Hukum Islam.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Anwar, Rosihan.dkk..2009.Pengantar Studi Islam.Bandung: Pustaka Setia
Supriadi dan Abdullah Sathory.2015.Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.Bandung:Maulana Media Grafika
http://sihono.staff.uii.ac.id/2013/01/22/macam-macam-ijtihad/ di akses tanggal !4 oktober 2015 pukul 13.45 WIB
           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar